Sunday, November 17, 2024

Kita Harus Punya Cara Menenangkan Diri Saat Situasi Marah, Emosi dan Kesal

Ketika kita sedang marah, emosi, kesal atas hal² yang temui dalam hidup, kita harus punya cara untuk menenangkan diri. Ada dua hal yang harus diperhatikan, yakni saat kejadian dan setelah kejadian, kita harus menyikapinya dengan (+).

Berkaca dari kasus² yang sering terjadi, terkadang dari kita ini sulit untuk memanajemen situasi atau perasaan marah, emosi dan kesal. Akhirnya efek yang terjadi adalah (-) pada saat kejadian dan setelahnya malah menyesal. Seperti kasus yang terjadi baru saja yang viral, orang tua murid yang ngamuk-ngamuk kepada salah seorang siswa teman anaknya, dan meminta teman anaknya itu bersujud dan menggong-gonggong, ini dilakukan di tempat umum yang banyak orang. Pada video yang viral itu tampak luapan marah, emosi dan kekesalan campur jadi satu. Pada akhirnya selang peristiwa itu muncul permohonan maaf dan si ybs. digelandang ke kepolisian atas tindakannya tersebut.

Kembali ke bahasan tadi, seringnya kita tidak mampu mengendalikan situasi ketika pada saat itu terjadi, luapan amarah, emosi dan kekesalan meledak dalam waktu yang sama, pada akhirnya yang sering terjadi adalah kita melakukan sesuatu yang salah.

Ada baiknya memang diam, itu adalah pertahanan diri yang paling baik. Ini bisa ditunjukan dari peristiwa yang sama pada kejadian yang viral tadi. Dimana orang tua siswa yang dipaksa bersujud dan menggongong itu juga berusaha melerai dan meredam, namun mendapatkan tindakan kurang menyenangkan dari si tersangka dan rekan si tersangka yang dibawa untuk mengintimidasi di lokasi. Tapi apa yang dilakukan, orang tua siswa tersebut nampak lebih tenang menghadapi situasi. Padahal dalam hatinya pasti ada amarah, emosi dan kekesalan yang ditahan, namun manajemen dirinya jauh lebih baik menghadapi situasi yang tidak menguntungkan baginya saat itu.

Masih baru, ini juga contoh bagaimana mengendalikan emosi, marah dan kesal pada seseorang pada suatu forum meeting, apalagi meeting dengan atasan.

Dalam dunia kerja sering kita jumpai atasan yang lebih senang menjudge, dia tidak melihat situasi, karena dalam pola pikir ideal seorang atasan adalah idealis, tanpa melihat faktor lain. Jadi ketika meeting bulanan, ada rekan kerja saya presentasi tentang departemennya, ada suatu momen case dimana rekan kerja saya ini mendapatkan cecaran dari si atasan ini, memang ada salah iya, tapi situasinya memang membuatnya demikian, target idealnya belum bisa tercapai dalam waktu yang diinginkan si atasannya tersebut.

Alhasil di forum itulah rekan saya ini dicecar habis²an dan efeknya rekan saya itu merasa tertekan, dalam hatinya kesal dan marah pasti ada, itu terlihat dari suaranya yang seperti menahan sesuatu.

Hal yang sama juga saya terima ketika saya maju presentasi disesi pertama. Hanya bedanya saya juga kesal tapi saya masih bisa kendalikan, meski dikatain gagal, disinggung ini itu, saya hanya masa bodoh dengan itu semua, catatan yang bisa saya gunakan untuk perbaiki ya saya simpan. Sisanya saya anggap sebagai gongongan anjing. Karena, saya menilai sebaliknya, apa yang dia (atasan) ini sampaikan justru pada kenyataannya, tidak seideal yang dibayangkan juga. Hal² lain yang jadi (-) si atasannya ini tercampur aduk di kepala, sehingga memberikan kesimpulan bahwa gonggongan ybs. ini pun tidak lebih baik dari apa yang dilakukan.

Kecuali ybs. ini sesuai lah, bener² menampilkan idealis realistis pastinya bisa diterima dengan baik, dan direfleksikan dengan saya lakukan, "okelah saya gagal, karena ybs. bisa lakukan semua itu dengan sangat baik dengan segala keruwetannya tanpa merugikan banyak pihak", jika itu terjadi saya pasti akan merasa "saya gagal". Kenyataannya tidak seperti itu.

Bahkan ketika dalam posisi gonggongan itu, dikepala saya malah berimajinasi, jika mungkin saya punya teknologi Starck Industries, saya pikir ini saat yang tepat meluncurkan misil dari stasiun luar angkasa untuk menargetkan lokasi dimana meeting ini terlaksana dan boom. Hancurkan semuanya, it's oke sih, hancur semua, it's oke, dan saya ada didalamnya, it's oke sih, gak masalah, tapi legah rasanya. Tapi itu kan namanya imajinasi, jika itu kejadian sebenarnya, pastinya saya akan berusaha menyelamatkan diri šŸ˜, agak psikopatik seh, gak masalah, ada kalanya kita butuh peran seperti itu disaat yang tepat. Sekali lagi itu hanya imajinasi saya disaat dicecar ocehan atasan.

Dilihat dari dua kejadian dalam waktu yang bersamaan emang tampak perbedaan bagaimana menanggapi cecaran atasan.

Tapi adakalanya kita memang harus punya trik untuk menghadapi situasi seperti itu, supaya kita terlalu "terluka".

Cara lainnya ya dengan menulis, ya seperti ini, seperti yang saya tuliskan ini, ini merupakan salah¹ cara melampiaskan apa yang jadi emosi, kesal dan amarah. Ketikan² ini, tulisan yang bisa dibaca ini adalah bentuk penyaluran energi (-) yang tercipta karena reaksi.

Rekan kerja saya yang diceritakan tadi punya caranya sendiri untuk meredam emosinya. Selepas dia presentasi, dia keluar ruangan untuk menenangkan diri, dan menurut saya hal yang wajar sih.

Diakhir pekan ini dia tampak menyingkir dari rutinitasnya, mengambil cuti dan refreshing sejenak, walau tidak menyelesaikan apapun tapi itu adalah cara meredam.


Dia membuat postingan status untuk menunjukan apa yang dirasakan, sebuah bilboard iklan di sebuah bandara seperti yang bisa dilihat didokumentasi di atas ini.

Intinya, temukanlah cara untuk meredam situasi yang tidak mengenakan ketika kita terpaksa menghadapinya. Pilihlah cara² yang tentunya tidak merugikan orang lain secara langsung. Banyak pilihan cara semuanya tergantung bagaimana nyamannya kamu. Hukumnya jelas, seperti yang tertulis cetak tebal.

Karena kalau cara yang kamu pilih merugikan orang lain, tentu malah menambah masalah baru lagi, ujungnya malah meningkatkan kadar stres yang dialami.

Kesempatan untuk merefreshing diri juga jadi sarana instropeksi diri dan bercermin. Saya pun menyadari siapa saya, dan seperti apa saya ini. Pendendam itu jelas tapi dilain kesempatan saya juga orang yang pelupa, mudah lupa dengan apa yang pernah terjadi yang akhirnya memakluminya. Tapi pada dasarnya saya adalah tipe pendendam tapi dilain kesempatan saya tidak berusaha meniru apa yang buruk yang dilakukan orang tersebut, justru yang saya inginkan target saya jatuh karena ulahnya sendiri, itu cara pembalasan dendam yang paling saya inginkan.

Kalau kamu, cara apa yang kamu punya ketika menghadapi situasi seperti itu? Tidak membahas idealnya, tetapi pastikan aturannya, caranya bebas terserah kalian masing². Kalau terpancing untuk berkomentar, berkomentarlah. Saya juga ingin tahu komentar dari seorang human resource mengomentari situasi seperti itu, soalnya biasanya komentar mereka terkadang idealis dan kurang realistis, tapi gak apa sih, ingin tahu saja apa pandangan mereka. -cpr

#onedayonepost
#opini
#coratcoret

No comments:

Post a Comment