Tuesday, February 27, 2024

"Saya Sibuk, Gak Ada yang Bantuin!"

"Saya Sibuk, Gak Ada yang Bantuin!"

Hmm, setoksik itu kah?

Bayangkan apa yang ada dipikiran rekan² seruangan, ketika ada seorang rekan, tiba² datang masuk ruangan, lalu seketika berkomentar dengan nada yang bukan bercanda, "Ya ampun, gini aja gak ada yang bukain!"

Gak lama ybs. menelepon ke orang lain dengan berkoar, "Di sini gak ada yang bantuin!"

Ilustrasi, gambar diambil dari Google

Padahal ya, baru hari itu aja dia kebetulan sibuk, karena full satu hari harus sortir, padahal sortir pun dibantu operator internal.

Memang hari itu gak kerja dibalik meja, ada kerjaan di meja yang menanti, memang itu benar. Tapi bukan berarti karena gak kerja dibalik meja dianggap hari itu gak kerja. Tolol sih yang mikir begitu. Walau hanya sortir, ya tetap dianggap kerja. Misalkan ada pekerjaan sehari-hari terbengkalai sehari, itu bisa dimaklumi.

Eh ini gak, datang² sore hari, langsung ndumel dia. Hanya karena ada sebuah paket, di atas mejanya yang gak dibuka. Langsung, dia bilang bahwa kerjaannya terbengkalai karena gak ada yang bantu, buka paket aja gak mau. Suara yang sama didengar semua rekan di ruangan.

Komentar rekan kerja yang lain tentunya sinis. Seperti hanya dia saja yang paling sibuk kerja di perusahaan ini. Ingin terlihat sempurna dimata semua orang?

Kerjaan terbengkalai satu hari karena hal yang insidental adalah hal yang wajar, gak perlu juga komentar yang gak perlu seperti itu. Wise nya untuk seseorang yang sudah berumur, catat itu ya!

Entah dia lupa, hari dimana dia bertingkah seperti itu adalah masa pra paskah, masa pantang dan puasa, tapi apa yang dia lakukan?

Sama layaknya manusia² 'kadrun', menggunakan kostum² keagamaan, namun kelakuan sehari-hari gak mencerminkan agama yang dia anut. Situ sehat? #mikir

Akhirnya, tagline "aku gak ada yang bantu" jadi sebuah candaan satir diantara kami² rekan² yang mengetahui kejadian waktu itu.

Dilain kesempatan lagi, ada cerita lain lagi. Kali ini temanya dendam atau balas dendam. Wajar sih diantara sesama rekan kerja ada yang rese, ya rese nya bukan karena kesengajaan, tapi karena memang lini pekerjaannya sedang 'memaksa' dia untuk itu.

Kalian bisa menilai sendiri, sebenarnya ada cara lain untuk menyikapi hal ini. Tapi ternyata tidak dipilih oleh orang yang seharusnya punya kematangan berpikir karena usianya.

Jadi si B ini bagian QC, dimana bertugas menguji raw material yang akan diproses, apakah lulus spesifikasi atau tidak. Jadi raw material ini diberikan si toksik ini pada tanggal 23/2, hari itu Jumat. Proses pengecekan atau pengujian dilakukan 7 hari.

Delalah, Sabtu tanggal 24/2 diliburkan karena ada pemindahan tiang listrik, otomatis hari kerja efektif hilang. Minggu jelas gak mungkin kerja, namanya libur. Senin emang hari efektif kerja, namun hari itu ada kasus lain, dimana ada sortir besar²an, sehingga raw material itu belum diujikan, sampai pada hari Selasanya.

Pas Selasa itulah si toksik menagih hasil uji, sama si B ini disampaikan langsung menolak begitu saja, tanpa menguji raw material tersebut. Nah hal ini akhirnya membuat pitam si toksik naik. Ngereog lah dia ini.

Tapi saat itu dia pendam, niatnya akan di-blow up pada meeting harian pagi. Supaya niatnya 'meresekan' balik si B ini.

Tapi ternyata yang disampaikan balik adalah soal efektivitas kerja mereka bisa bisa dikatakan 6 hari, karena hari kerja efektifnya masih beberapa hari dan itu masih masuk dalam batas aman.

Kesalahannya saja hanya pada reportnya tidak langsung, ketika tahu ada kepentok banyak hari libur serta ada sortir dadakan ini.

Kalau saya nilai sih hanya soal apes aja, telat info eh keduluan ditanya, itu aja sih.

Tapi yang keren adalah di forum online itu si B mengucapkan permohonan maaf dan diforum itu juga, tidak ada kata feedback atas permohonan maaf itu dari si toksik ini.

Karena meeting nya forum online, semua orang bisa dengar dan menilai, bahkan rekan kerja kita seruangan.

Jadi wajarlah pada post ini tercetus istilah toksik. Karena emang kita menilai koq segitunya sih, koq ya elek'e, kan ya semua bisa dibicarain. Memang yang bisa sibuk hanya 1-2 orang saja, jadi ya sudah lah, biasa saja menanggapi hal sepele.

Ya emang ini kita anggap sepele, tapi kenapa sampai saya angkat dan masukan ke dalam postingan khusus, ini sebagai pengingat, karena selama ini saya memaklumi saja, tapi momen ini bisa jadi pengingat nyata bahwa ini lho pernah terjadi, ini hanya contoh saja, kejadian² sebelumnya dan yang akan datang, yang skenarionya serupa akan terulang lagi. Coba saja lihat saja nanti.

Jika ada cerita yang sama akan saya tambahkan ke kolom komentar. Ini sekaligus membuktikan perkataan rekan² bahwa "gak ada yang berubah, dulu hingga sekarang".

Sebelum case ini sebenarnya pernah terjadi, hanya kala itu saya masih memaklumi dan gak mencatatnya detail. Tapi kali ini penting rasanya mencatatnya itu, secara memang sudah cukup mengganggu sih.

Suasana pekerjaan yang penuh pressure, ditambah karakter² toksik seperti ini sangatlah tidak sehat. Untuk itu jika suatu waktu terulang lagi, inilah wadah untuk merekam histori, seberapa sering frekuensi itu terulang.

Sebenarnya ada satu lagi hal toksik yang bisa saya catat. Kala itu, kita itu habis tergabung dalam suatu kelompok, untuk membuat suatu program kemudahan dalam administrasi pengarsipan. Di sana kita maju berlomba membawa program ini. Memang dalam hal ini, dokumentasi selama ini dihandel oleh seorang dan itu dia yang pegang, dan selama ini dia ini mengeluhkan bahwa hanya dia yang repot soal ini.

Program ini sebenarnya ya mempermudah untuk kedepannya, tapi ternyata, menurut dia, dia juga direpotkan soal ini. Sebenarnya wajar karena kan pengarsipan selama ini dihandel dia, jadi wajar jika dia jadi koordinator program ini, jika kedepan dia mau lepas ya silakan saja, toh program ini sudah membantu.

Lomba pun usai, eh yang muncul dari pernyataan si toksik adalah intinya dia tidak merasa butuh dengan program ini, toh selama ini dia sudah paham bagaimana mencari arsip dan dokumen.

Hmm, betapa sakit dan jengkelnya rekan² yang coba membantu membuat program ini jadi lebih baik ketika mendengar statement ini.

Memang gak pantas sih pernyataan keluar dari mulut orang yang seharusnya matang secara mental. Lagi², apa pantas sih kami semua menyebutnya ini toksik?

Rekan² yang bertahun-tahun hidup bersama dalam satu atap pekerjaan sudah sangat memahami toksisitas yang terjadi, akhirnya semua hanya bisa diam dan membawanya dalam candaan internal. Sungguh gak elok memang.

Tapi sudahlah, catatan ini bisa jadi pengingat yang sangat jelas, bahwa ya inilah yang terjadi. Kata² toksik yang sering saya bawa dalam beberapa postingan diblog ini, ya asalnya dari satu sumber utama.

Begitulah kira², post ini terbit secara umum tanpa dibatasi, siapapun bisa membacanya dan siapa yang merasa jika memang itulah yang dilakukan mau sakit hati, mau marah, itu haknya, karena apa yang dicatat ini dari kacamata rekan² yang selama bertahun-tahun merasakan itu, bahwa tak ada perubahan yang terjadi, melihat seharusnya dia jauh lebih matang secara mental daripada kita yang lebih muda.

Akhir kata, semua bisa jadi pelajaran, jangan jadi orang toksik atau seperti kadrun, yang berlandaskan agama tapi gak bisa melakukan hal lebih baik dalam kehidupan sehari-hari. Lebih baik jadi orang biasa² saja, gak usah berasa benar, lebih baik jadi orang yang gak mengganggu perasaan orang lain dengan kata² yang toksik dan tak ada nada bercanda atau guyonan semata -THN

#onedayonepost
#toksik
#umum
#coratcoret
#postingpribadi
#opini

No comments:

Post a Comment