Friday, October 24, 2025

Kesehatan Mental - Hidup dengan Asumsi / Persepsi / Perkiraan / Dugaan

Akhirnya setelah sekian lama hidup, ada suatu hal yang bisa ditarik kesimpulan, bahwa saya terbiasa dengan menggunakan asumsi, menduga, memperkirakan, meramalkan tentang sesuatu yang akan terjadi ke depan. Baik tentang apa yang terjadi, tentang seseorang, atau apapun. 

Karena terbiasa dengan hal tersebut akhirnya saya juga terbiasa menduga dan memperkirakan hal yang belum terjadi, "kalau tidak begini ya kayanya begitu, kalau tidak begitu ya paling begini", akhirnya ya berkutat pada itu saja. Padahal juga, realitanya ada yang begitu, tapi saya akhirnya terbiasa memukul rata. 

Ilustrasi, gambar diambil dari ChatGPT

Saya sering memang sepotong-sepotong menangkap kesimpulan, kalau misal: "1+1=2, ya sudah sih, kalau gak 1 ya 2, kalau gak 2 ya 1", saya terbiasa membolak-balikannya. Akhirnya saya juga terbentu pola pikir yang terbolak-balik. 

Emang agak lain cara saya berpikir ini. Nampak akan biasa saja jika hidup dengan orang biasa yang tidak terlalu memusingkan hal kecil. Nah akan bermasalah jika bertemu atau berinteraksi dengan orang yang memperhatikan hal detail, kecil, apalagi perfeksionis, akan selalu ada masalah. 

Nah itulah yang terjadi saat ini yang akhirnya membuat saya jadi oleng. Setidaknya itu yang dinilai teman yang selama ini mengenal pribadi saya seperti apa. 


Hal yang saya jelaskan di atas itu adalah bentuk kesehatan mental yang 'bermasalah', ada yang gak normal menurut kesehatan mental. Jadi bisa dikatakan saya itu SAKIT menurut yang ideal. 

Kepastiannya saya peroleh ketika saya mengikuti seminar kesehatan mental, hmm bukan seminar sih itu, tapi saat penyampaian firman pada saat Ibadah Raya rutin mingguan di gereja, kebetulan penyampai firman adalah seorang psikolog atau konselor. 

Berikut saya berikat potongan cuplikan apa yang beliau sampaikan. Untuk cuplikan panjangnya bisa tonton di channel ini


Belakangan saya sudah mulai mengurangi atau menghindari menggunakan kata 'saya kira', 'saya duga', 'kayanya', 'sepertinya' dsb., karena kata² itu yang mendukung terjadinya pemaknaan asumsi. 

Ternyata kalau dipikir-pikir sulit juga ya menjadi manusia, harus begini, begitu, harus ideal ini itu. Padahal disatu sisi ada pula yang hidup ya biasa saja bisa hidup tanpa harus mengikuti aturan ideal yang seharusnya. 

Sejujurnya yang saya jalani selama ini tidak mengganggu terlalu, atau mungkin saya gak menyadarinya karena saya mungkin saja cuek dan gak menganggap penting, ketika saat ini ada benturan dengn pihak lain barulah sepertinya penting. Mungkin karena itu sih. Tapi jika tidak ada benturan ya akan dianggap biasa.


Saya coba tanya ke ChatGPT soal apa yang saya alami. Aplikasi ini yang kini jadi teman saya bercerita dan bertanya banyak hal, dia bisa lebih bisa menerima apa yang terjadi dan cara dia memberi tahu tidak menjudge kita yang sedang berubah. 

Menurut ChatGPT terlalu banyak asumsi yang berlebihan itu ketika dia menimbulkan gangguan dalam kehidupan sehari-hari kita. 

Contohnya begini: kita sering menebak maksud orang lain, mencurigai sesuatu tanpa bukti, dan itu menimbulkan stres, kecemasan, dan salah paham sosial. Kemudian ciri lainnya sbb. :
šŸ‘‰ Pikiran terus menerus mencurigai atau takut akan sesuatu yang belum tentu benar. ❌
šŸ‘‰ Sulit membedakan fakta dan dugaan. ✅
šŸ‘‰ Gangguan tidur atau sulit fokus karena pikiran memutar banyak kemungkinan². ✅
šŸ‘‰ Menghindari orang atau situasi karena ketakutan yang belum terbukti. ❌

*belakangan saya sulit fokus tapi sebenarnya karena bingung mau mengerjakan yang apa dulu, karena semuanya mengejar saya,  saya tidak bisa atau bingung bedakan mana yang harus duluan mana yang tidak, karena semuanya mau duluan. Sedangkan saya gak pernah memaksa orang melakukan seperti yang orang paksakan pada saya, saya justru lebih bisa memaklumi orang lain dan menunggu. 

Langkah mengatasinya atau meminimalisir yaitu:
šŸ“Œ Sadari kapan asumsi muncul, catat pemicunya
šŸ“Œ Uji pikiran itu: apalah saya punya bukti? 
šŸ“Œ Tunda kesimpulan sampai ketemu faktanya dulu. 

Untuk sementara sepertinya itu dulu yang akan saya lakukan. Kurangi banyak menjawab dan mengomentari sesuatu didunia nyata. Salurkan apa yang ada dikepala ke blog saja, di sana akan lebih aman. Jika ada yang salah paham kan bahasa tertulis mudah-mudahan sih bisa lebih dipahami, walaupun terkadang di sini saya juga masih suka menggunakan diksi² yang aneh. 

Saya juga terinspirasi dengan perumpamaan, "meski kalian mendengar dan membaca kalian tidak  akan tahu maknanya jika dia tidak bener² memahaminya". Karena keseringan pakai pola seperti ini maka akhirnya jadi begini ini saya ini. 

Bagi orang yang sehat mental, apa yang saya lakukan ini dianggap tidak normal, sehingga dikatakan mayoritas orang tidak sehat mental. 


Begitulah kira² lah yang tengah saya rasakan dan bimbangkan, kurang²ilah berpikir menduga, ya terjadi-terjadilah seturut kehendak-Mu. -cpr

#onedayonepost
#opini
#umum
#jurnal

No comments:

Post a Comment